Pemilu 2019, ancaman Golput membesar karena hal ini ?

Hari Rabu, 17 April 2019 diadakan Pemilihan Umum (Serentak) di seluruh wilayah NKRI. Hari Rabu dipilih sebab dianggap sebagai hari yang rasional untuk menghindari kecilnya partisipasi pemilih, hal ini disampaikan oleh Ketua Panitia Kerja RUU Pemilu Lukman Edy.
Menurutnya, hari libur untuk pemilu cenderung dijadikan liburan panjang apabila diadakan pada hari Kamis atau Jumat. 

Namun, asumsi dibalik pemilihan tanggal Pemilu bisa jadi kurang pas apabila kita memperhatikan kalender dengan lebih cermat. Hari Jumat, tanggal 19 April 2019, bertepatan dengan libur Jumat Agung, hari wafatnya Yesus Kristus yang diperingati umat Kristiani. Beberapa gereja bahkan sudah menyelenggarakan ibadah dan perayaan sejak Kamis hingga Minggu. 

Adanya "peluang" libur panjang di akhir pekan ini mengakibatkan kekhawatiran beberapa tokoh.
Diantaranya Wasekjen PKB Daniel Johan yang khawatir pemilih pemula cenderung memilih untuk berlibur dibanding pergi ke Tempat Pemungutan Suara (TPS). Hal ini karena mereka tidak terlalu tertarik dengan dunia politik.  

"Ini menjadi persoalan tersendiri yang harus dijawab KPU sebagai penyelenggara Pemilu dan pemerintah", ujarnya.

Yenny Wahid juga mengungkapkan kekhawatiran serupa. Pendukung Jokowi-Ma'ruf tersebut mengimbau masyarakat melaksanakan hak politiknya. "Kemudian, tidak malah pergi berlibur. Itulah salah satu hal yang jadi concern kita," ujar putri presiden keempat Indonesia Abdurrahman Wahid itu.

Trend menurunnya tingkat partisipasi pemilih
Kecilnya partisipasi pemilih memang jadi salah satu pekerjaan rumah penyelenggara Pemilu di Indonesia. Penurunan tingkat partisipasi pemilih (TPP) terus menggejala di Pemilu-pemilu era pasca-Reformasi. Tentu, kala TPP menurun, masyarakat yang tidak memberikan hak suara atau yang kerap disebut golongan putih (golput) meningkat.

TPP pada Pemilu 1999 mencapai 92,7 persen dan turun menjadi 84,1 persen pada Pemilu 2004. TPP turun lagi pada Pemilu 2009, hanya mencapai 71 persen, dan naik sedikit pada Pemilu 2014 menjadi 75,1 persen. Partisipasi pemilih di Pemilihan Presiden (Pilpres) pun tidak jauh buruknya, hanya 69,58 persen pada 2014.

Dalam "Golput dan Pemilu di Indonesia", peneliti Sri Yuniarti memilah kelompok golput menjadi dua berdasarkan faktor penyebabnya. Pertama, mereka yang golput karena tidak puas terhadap partai yang tampak hanya berorientasi kekuasaan. Kedua, mereka yang golput sebab persoalan administratif atau masalah teknis. Nama pemilih tidak terdaftar; tidak bisa ke TPS karena harus masuk kerja atau menghadiri perayaan keagamaan; ingin berlibur mumpung ada libur panjang akhir pekan ialah sederet faktor di kelompok golput kedua.

Di sisi lain, libur panjang di pekan Pemilu juga berpotensi memudahkan pemilih yang tinggal di luar daerah pemilihan. Sebagaimana disampaikan Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini, mereka yang berada di luar daerah pemilihan bisa kembali dan tidak perlu memikirkan keterbatasan waktu untuk memilih.

Komisioner KPU Viryan Aziz mengatakan masyarakat rugi kalau tidak memilih. "Libur kan bisa tiap minggu, memilih [dalam Pemilu] lima tahun sekali. Rugi kalau enggak memilih," kata Viryan.

0 Response to "Pemilu 2019, ancaman Golput membesar karena hal ini ?"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel